Waters of Life

Biblical Studies in Multiple Languages

Search in "Indonesian":
Home -- Indonesian -- Revelation -- 022 (Jesus Christ’s Message to the Church Leader of the Laodiceans)
This page in: -- Arabic -- Armenian -- Bulgarian -- English -- French? -- German -- INDONESIAN -- Polish? -- Portuguese -- Russian -- Yiddish

Previous Lesson -- Next Lesson

WAHYU - Lihatlah, Aku datang segera
Pelajaran dari Kitab Wahyu
BUKU 1 - LIHATLAH, AKU DATANG SEGERA! (WAHYU 1:1 - 3:22)
BAGIAN 1.2 PENGLIHATAN YANG PERTAMA DAN AKIBATNYA UNTUK DUNIA INI: KEDATANGAN ANAK MANUSIA UNTUK MENGUDUSKAN JEMAAT-NYA (WAHYU 1:9 - 3:22)
BAGIAN 1.2.2 SURAT DARI YESUS KRISTUS KEPADA KETUJUH JEMAAT DI ASIA KECIL (WAHYU 2:1 - 3:21)

7. Surat Yesus Kristus kepada pemimpin jemaat di Laodikia (Wahyu 3:14-21)


WAHYU 3:14-21
14 "Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah: 15 Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! 16 Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. 17 Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, 18 maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat. 19 Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! 20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. 21 Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Aku pun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya. 22 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat.””

Tuliskanlah Kepada Malaikat Jemaat Di Laodikia: Tuhan yang sudah bangkit itu mendiktekan kepada Yohanes, tua-tua di Patmos, sebuah berita keimaman yang sangat mengejutkan yang ditujukan kepada pemimpin jemaat di Laodikia. Kota Laodikia terletak di tepi sungai Lycos, di propinsi Prigia. Paulus menyebutkan nama ini beberapa kali di dalam suratnya kepada jemaat di Kolose 20 tahun sebelumnya (Kolose 2:1; 4:13-16).

Pada saat itu para pengajar hukum Yahudi sedang mencoba untuk meletakkan jemaat yang masih baru di Laodikia itu ke bawah kuk Hukum Taurat Musa, dengan berbagai larangan mengenai makanan, perayaan dan juga tentang sunat. Doktrin palsu juga sudah menyusup masuk ke dalam gereja, yang mengajarkan kepada orang-orang percaya untuk berkomuniasi dengan kuasa malaikat. Kemudian, kelompok yang mewakili filsafat Yunani juga membawa ide Helenistik mereka ke dalam gereja, sehingga Paulus dan Epafras dipaksa untuk mengadakan peperangan doa melawan semua roh asing itu. Inilah sebabnya rasul kepada bangsa-bangsa asing itu bersaksi kepada gereja bahwa Kristus adalah kepenuhan hikmat dan pengetahuan, dan di dalam Dia berdiam seluruh kepenuhan keallahan sebagai manusia. Setelah kematian-Nya sebagai penebusan dan kebangkitan-Nya yang mulia, Ia duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Melalui Roh Kudus Ia berdiam di dalam kehidupan semua orang yang menantikan kedatangan-Nya (Kolose 1:19, 27; 2:3, 9, 14).

Setelah ditinggalkan oleh Paulus, keadaan jemaat di Laodikia menjadi semakin buruk. Surat yang terakhir dari tujuh surat kepada orang-orang Kristen di Asia Kecil adalah seperti sebuah telegram, atau fax, perintah yang sangat mendesak langsung dari surga, dimana sang Raja segala raja membukakan di depan mata rasul-Nya di Laodikia akan sebuah wahyu yang dipenuhi dengan kesedihan. Namun surat kepada pemimpin jemaat itu juga menjelaskan tentang satu-satunya jalan bagi dia untuk membebaskan dirinya dan jemaatnya.

Inilah Firman dari Amin: Sang “Amin,” “Saksi yang Setia dan benar” dan “Permulaan dari ciptaan Allah” mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada pemimpin jemaat yang duniawi itu (Wahyu 3:14). Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Kebenaran yang menjadi manusia dan Penjamin yang sah dari semua janji Allah di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (2 Korintus 1:19-20). Yesus adalah Saksi yang Setia dan Benar, yang tidak berdiam diri di hadapan ketujuh puluh anggota Mahkamah Agama tentang kenyataan bahwa Dia duduk di sebelah kanan Allah Bapa (Mazmur 110:1), atau mengenai kedatangan-Nya sebagai Hakim atas dunia ini. Ia tetap setia sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib, dan memeteraikan pada hari Jumat Agung dengan darah-Nya, pendamaian antara Allah dengan dunia yang memberontak (Wahyu 1:5).

Di dalam Yesus tidak ada kecurangan, kepura-puraan, kemunafikan atau tipu daya, sebagaimana yang dilakukan oleh Allah Islam (Sura 3:54; 8:30). Yesus menghidupi apa yang dikatakan-Nya. Di dalam Dia semua berkat Ilahi kepada manusia yang sudah jatuh itu dinyatakan. Yesus adalah Amin Allah yang Ilahi di tengah-tengah semua wahyu, perintah-perintah dan berkat-berkat-Nya (Efesus 1:3).

Yesus tidak mengajarkan filsafat yang kosong tanpa darah dan tidak mengajarkan spekulasi yang kosong belaka; namun, melalui kebangkitan-Nya dari antara orang mati di pagi Paskah Ia menyatakan kehadiran-Nya yang sangat indah sebagai Allah dan manusia. Dengan tubuh-Nya yang kelihatan itu Ia menunjukkan kepada kita pengharapan akan kehidupan kekal. Ia adalah Permulaan dari ciptaan yang baru; dengan demikian, Ia adalah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada yang datang kepada Bapa selain melalui Dia (Yohanes 14:6).

Pada hari Pentakosta, dan di dalam penggenapan janji-janji-Nya, Bapa dan Anak mencurahkan Roh Kudus kepada banyak orang yang sedang berdoa. Dengan itu, ciptaan baru yang dilahirkan dari Roh Kudus, yang sudah dimulai dengan kelahiran Kristus, menjadi nyata di dalam diri orang-orang berdosa. Yesus adalah Asal, Yang Sulung dan Kepala Gereja-Nya. Di dalam pengenalan diri-Nya, Ia meneguhkan kesaksian Paulus sebelumnya kepada jemaat di Laodikia (Kolose 1:18; Efesus 3:2-11; 1 Yohanes 1:3). Kasih yang benderang dari Yesus di dalam keselamatan adalah satu-satunya kasih yang sejati. Kasih ini juga dimaksud untuk mendorong pemimpin jemaat Laodikia yang malas itu kepada suatu pengharapan yang baru.

Aku Tahu Segala Pekerjaanmu: Engkau Tidak Dingin Dan Tidak Panas. Alangkah Baiknya Jika Engkau Dingin Atau Panas: Yesus menderita karena ibadah yang membosankan dari jemaat di Laodikia. Ia hanya mendengar pengulangan doayang suam-suamsaja, melihat pelayanan yang dimulai tetapi tidak pernah diselesaikan, dan memperhatikan pengaturan yang terabaikan. Bagi orang-orang Kristen di kota itu, segala sesuatu yang lain sudah menjadi lebih penting dibandingkan dengan kehidupan rohani gereja. Tidak ada yang berdiskusi mengenai pertanyaan-pertanyaan iman, dan tidak ada yang setuju ataupun menentang. Beberapa tua-tua memang rajin datang ke dalam ibadah tetapi tanpa niat sama sekali, dan tidak ada yang bersemangat. Si jahat sama sekali tidak mengganggu gereja ini, karena gereja ini sudah tertidur. Gereja ini tidak dianggap ancaman bagi si jahat. Semua orang merasa puas diri. Mereka selalu mencari jalan tengah dan kompromi, dan mencari kesepakatan terbanyak agar tetap aman, yang menandakan awal dari masa-masa akhir, satu langkah terakhir sebelum kehancuran. Gereja sudah menjadi cemar, dan bahkan tidak sadar kalau ia sedang terhuyung-huyung menuju ke penghukuman Allah.

Panggilan Yesus, “Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas” seharusnya membangunkan pemimpin jemaat di gereja itu. Perbuatan adalah bahasa jiwa. Yesus lebih memilih bahkan sekalian gereja yang beku dan dingin, yang menolak dan memberontak, dibandingkan dengan gereja yang suam-suam, mencampur-adukkan budaya dan tidak memiliki kepedulian. Tidak bersyukur atas pengorbanan Anak Domba Allah lebih buruk dibandingkan dengan menolaknya sekalian!

Yesus mengharapkan kasih yang mendidih dari kita. Namun, Ia tidak berbicara mengenai gereja dan pemimpin jemaat yang mendidih. Orang yang mendengar desisan suara air mendidih dan menguji temperaturnya akan tahu bahwa, apabila dipanasi terus menerus, suhu air itu akan tetap 100˚ C, karena air itu terus menerus diberi panas oleh kekuatan api. Demikian juga, jiwa kita perlu diberi kekuatan oleh kuasa Allah, sehingga kita bisa terus melayani Yesus dan memancarkan terang kasih-Nya dalam dunia yang tidak memiliki kasih. Sehingga Ia bisa mengatakan kepada kita, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40).

Yesus mengharapkan dari setiap pemimpin jemaat, dan juga dari anda, pendirian yang jujur dan terbuka. Ia tidak memaksa seorangpun untuk menerima atau menolak kasih karunia, sebagaimana Ia tidak memaksa kita untuk menyala bagi Dia. Akan tetapi, Ia menantikan keputusan anda. Anda, juga, bisa memilih untuk terhubung dengan sumber kekuatan yang kekal dari kepenuhan-Nya.

Jadi Karena Engkau Suam-Suam Kuku, Dan Tidak Dingin Atau Panas, Aku Akan Memuntahkan Engkau Dari Mulut-Ku: Tuhan kita merasa mual melihat seorang percaya yang sama sekali tidak peduli tentang apapun, hidup dengan sembrono, penuh dengan kejenuhan dalam hidupnya, tidak merasa suka atau tidak suka akan orang lain. Di dalam belas kasihan-Nya Yesus menyentuh seorang yang terkena penyakit kusta dan menyembuhkannya; tetapi Ia akan memuntahkan pelayan yang suam-suam dari mulut-Nya. Tuhan tidak berbicara mengenai meludah yang terjadi secara spontan dan singkat, tetapi muntah dalam arti terdorong dan benar-benar kuat. Air yang menjijikan, suam-suam di mulut-Nya sudah semakin lama menjadi tidak tertahankan lagi. Secara rohani, dimuntahkan dari mulut Tuhan berarti Ia tidak bisa lagi menyebut nama dari pemimpin jemaat yang tidak memiliki kepedulian ini di bibir-Nya atau mengakuinya di hadapan Bapa-Nya yang di Surga.

Yesus sudah memulai pesan-pesan sebelumnya kepada keenam pelayan-Nya dengan kata-kata peringatan, mendorong kepada pertobatan, atau memberikan penghiburan ketika menjelaskan keadaan dari masing-masing gereja. Ia juga memuji banyak pelayanan dan ketekunan mereka. Tetapi di Laodikia Ia berbicara dengan nada yang berbeda. Di sini kita melihat dan mendengar murka yang menyala-nyala dari Anak Domba Allah yang menyampaikan ultimatum yang sangat mengancam. Logika dan dorongan tidak bisa lagi menolong pemimpin jemaat itu, dan ia hanya perlu diguncang agar sadar.

Murka Yesus yang menyala sebenarnya juga berisi pengharapan terakhir untuk pemimpin jemaat yang sedang menyia-nyiakan hidupnya ini. Ia sudah mendiktekan kepada rasul Yohanes,”Aku tahu” dan kemudian memberikan teguran, beberapa kali di dalam bagian in – bahkan ketika gereja ada dalam keteraturan. Tetapi di Laodikia ia dengan sangat marah mengatakan, “Kamu menjijikan. Kamu membuat Aku muak.” Ini adalah puncak dari kemarahan-Nya.

Yesus jujur dan Ia mengatakan kebenaran kepada pemimpin jemaat itu; namun Ia masih bergumul untuk orang yang puas diri dan yang membenarkan diri sendiri itu. Ia belum memuntahkan dia dari mulut-Nya, tetapi menahannya sebentar lagi, dengan harapan bahwa ia akan segera bertobat sepenuhnya.

Karena Engkau Berkata: Aku Kaya Dan Aku Telah Memperkayakan Diriku Dan Aku Tidak Kekurangan Apa-Apa, Dan Karena Engkau Tidak Tahu, Bahwa Engkau Melarat, Dan Malang, Miskin, Buta Dan Telanjang: Setelah ancaman yang keras, Yesus menjelaskan kepada pemimpin jemaat dari Laodikia itu tentang keadaannya yang memelas. Pemimpin jemaat itu memang sangat kaya dan dihormati di kota itu. Ia membayar jemaatnya dengan memberikan suap atau hadiah tanpa rasa menyesal. Semua orang menghormati dia dan tunduk kepadanya. Ia merasa sangat puas diri seperti orang kaya yang ladangnya menghasilkan berlimpah (Lukas 12:19).

Sang gembala itu mungkin juga berpikir di dalam hatinya, “Aku punya dasar yang kuat untuk masa depanku. Gereja tidak akan mengalami masalah apapun. Aku bisa juga ikut mendukung pendanaannya.” Orang itu tidak sadar bahwa ia sedang mencuri kebenaran, kemuliaan dan ucapan syukur dari Tuhan. Ia tidak memahami bahwa semua pencapaian, kekuatan, kekayaan, keberhasila, kesehatan dan kehormatannya adalah semata-mata berkat dari Allah. Ia memang sangat kaya dalam uang dan emas, tetapi miskin dalam roh dan kasih. Segala sesuatu berkisar kepada keberhasilan egonya sendiri. Ia memegahkan keberhasilan yang sangat nampak dalam cara berpakaian, kendaraan yang dinaiki dan rumahnya. Ia dengan senang berbicara mengenai membangun bisnisnya dan dengan rasa puas menilai keberhasilannya sendiri. Sangat sedikit ia berbicara mengenai ucapan syukur kepada Allah. Rasa puas diri yang congkak, sebenarnya, menunjukkan adanya pemberontakan terhadap Allah. Mungkin secara tidak sadar ia berpikir, “Semua ini aku lakukan sendiri. Aku tidak membutuhkan Juruselamat, pembebas atau penolong. Aku sudah memiliki surga sendiri di bumi ini. Aku bisa mengambil liburan, perjalanan, dan melihat penderitaan yang mengerikan dari orang-orang lain—tetapi dengan segera aku bisa melupakannya!

Pelayan ini menjadi model untuk banyak orang-orang percaya di jaman masyarakat modern dan makmur ini. Mereka tidak berada dalam golongan yang miskin papa dan juga tidak dalam golongan yang sangat kaya raya. Mereka memiliki kecukupan untuk hidup dan bisa bersantai: air hangat, listrik dan jalan yang bagus memudahkan hidup mereka. Mereka memiliki semua yang mereka butuhkan, namun hidup mereka kosong dan diwarnai kepura-puraan. Tidak ada sesuatupun yang mengganggu mereka. Mereka sudah merasa puas diri dan cukup.

Yesus mengatakan mengenai orang kaya dan Lazarus yang miskin, yang terbaring di depan pintu rumah orang kaya itu. Orang kaya itu bisa menjadi gambaran dari pemimpin jemaat di Laodikia dan banyak orang-orang percaya di masyarakat modern sekarang ini. Penyesalan yang terlambat terjadi ketika ia bangun dan mendapati dirinya tersiksa dan menderita di dalam neraka.

Yesus tetap mengasihi gembala yang kaya dan tidak peduli itu, meski ia merasa jijik dan mau memuntahkan dia dari mulut-Nya. Ia membuka di hadapan mata pemimpin jemaat itu mengenai keadaannya yang sangat mengerikan dan menyatakan mengenai penyakitnya yang tersmbunyi. Yesus tidak memiliki pujian apapun mengenai dia, dan hanya rasa kasihan. Memang, pemimpin jemaat itu masih tetap utusan Kristus, tetapi ia sudah dengan jahat mengabaikan kehidupan rohaninya. Di mata Tuhan ia menjadi sosok yang sangat memelas. Keadaan yang memprihatinkan dari pemimpin jemaat itu dinyatakan dalam tiga cara:

  • Ia secara lahir dan batinnya sedang menjadi mandek di ruangan yang kosong belaka. Ia tidak lagi memiliki kuasa Ilahi. Ia sudah kehilangan pandangan missinya. Urusan pribadi dan keberhasilannya sudah memakan habis seluruh perhatiannya. Pikirannya sudah dipenuhi dengan angka, proyek dan perhitungan. Cara pandang surgawi sudah menjauh dari dirinya. Ia sudah menjadi sangat miskin secara rohani.
  • Ia juga sudah buta secara rohani sehingga tidak bisa melihat kekudusan dan kasih Allah. Itulah sebabnya ia tidak melihat keberdosaannya atau kecemarannya sendiri. Ia tidak bisa melihat bahwa ia sedang mendekat ke akhir hidupnya, tetapi ia masih bermimpi, “Aku tahu semua yang harus diketahui dan aku mengendalikan semua di tanganku.” Ia berpikir bahwa ia memiliki pandangan yang bagus tentang apa yang ada di sekitarnya, tetapi sebenarnya ia buta secara rohani.
    Para pemimpin jemaat lain di Asia Kecil mungkin sudah merasa kasihan kepadanya. Mereka memang miskin dalam hal uang dan kecil pengaruhnya di masyarakat, tetapi mereka kaya dalam pandangan Allah. Tetapi pemimpin jemaat di Laodikia itu berpikir, “Aku tidak perlu bertobat seperti mereka.” Banyak orang yang berhasil hari ini hidup sambil terus berobat untuk sakit jantungnya dan terus mencari perawatan yang baru. Agenda di kalender mereka terus mengejar sampai mereka tidak bisa mendapatkan ketenangan. Mereka berada di ambang bahaya menjadi miskin dalam pandangan Allah dan menjadi buta secara rohani. Yesus memberikan peringatan kepada mereka, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:26).
  • Yesus akhirnya menjelaskan kepada gembala di laodikia yang sesat itu bahwa Ia sudah menilainya, dan bahwa pemimpin jemaat itu didapati telanjang di hadapan Allah dan manusia. Mungkin bahkan sudah ada yang mentertawakan kegagalan rohaninya itu, sementara ia bermegah dengan congkak dan memamerkan harta dan pengaruhnya. Kebangkrutan rohaninya dan perbedaan yang sangat menyolok antara apa yang dikatakannya dengan apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya sangat kelihatan dengan jelas. Ia berpikir bahwa dirinya berarti, tetapi senyum yang mencemooh dan menyindir terus ada di sekelilingnya. Ia mengatakan bahwa ia bisa melihat tetapi sebenarnya ia buta. Barangsiapa mengatakan bahwa ia tahu segala sesuatu tentang Allah dan dunia, sebenarnya membuktikan keterbatasannya sendiri. Kalau Tuhan tidak membuka mata kita, kita tetap buta secara rohani; dan kalau ia seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak akan bisa melihat Kerajaan Allah (Yohanes 3:3).

Aku Menasihatkan Engkau, Supaya Engkau Membeli Dari Pada-Ku Emas Yang Telah Dimurnikan Dalam Api, Juga Pakaian Putih, Dan Minyak Untuk Melumas Matamu: Yesus berbicara seperti seorang pedagang kepada pedagang lainnya. Ia tidak langsingmenyuruh pemimpin jemaat di Laodikia itu untuk bertobat atau mengubah pikirannya, tetapi memberikan nasehat dengan sangat baik, dalam bahasa pedagang, agar pemimpin jemaat itu, memiliki juga keiginan untuk mendapatkan barang-barang dengan mutu terbaik dari surga, yang memiliki nilai kekekalan. Yesus memberikan kepada pemimpin kaya itu satu kesempatan terakhir. Ia bergumul dengan gembala yang sudah merasa kenyang dan puas diri itu seolah-olah dia adalah saudara-Nya sendiri.

Sudah didapati bahwa perbendaharaan rohaninya di rak penyimpanan dan juga di account bank ternyata kosong. Tidak ada emas rohani atau barang apapun yang bernilai di kotak penyimpanannya. Pengkhotbah itu harus menyadari bahwa kekayaan duniawinya sama sekali tidak berarti di surga. Dengan kesadaran kehendaknya, ia perlu menyingkirkan timbangan yang dipakai untuk memutuskan apa yang berharga baginya dan kemudian menggantinya dengan timbangan Ilahi.

Yesus menasehatkan kepada pelayan pengusaha itu untuk membeli darinya emas yang sudah dimurnikan dengan api. Pada saat itu Laodikia dikenal sebagai penghasil emas murni yang sudah dimurnikan dengan api. Mungkin orang yang menjadi sasaran nasehat ini juga mendapatkan uangnya dari produksi emasnya. Yesus langsung ke sasaran ketika ia menyarankan agar orang itu membeli emas yang lebih baik dari-Nya. Emas Yesus adalah keselamatan dari-Nya, yang dimurnikan di dalam api murka Allah. Emas ini tidak bisa didapatkan dengan uang, tetapi didapatkan secara cuma-cuma dengan kasih karunia, karena tidak ada seorangpun yang bisa memiliki sesuatu yang memiliki harga yang sepadan dengan keselamatan itu. Pembenaran kita oleh kasih karunia, pengampunan dosa kita, dan pemurnian hati nurani kita muncul hanya melalui iman kepada Anak Domba Allah, di dalam penderitaan-Nya dan kematian-Nya sebagai pengganti. Kita tidak dibeli dengan emas atau perak, tetapi oleh penderitaan dan kematian dari Anak Domba Allah yang suci. Inilah satu-satunya mata uang yang laku di surga. Pedagang itu harus belajar untuk memikirkan kembali pandangan-pandangannya dan menguji kembali nilai-nilai kehidupannya. Ia perlu bersyukur kepada Yesus atas karunia-Nya yang tak ternilai harganya itu (1 Petrus 1:18-19).

Di dalam Islam, kita melihat bahwa seorang Muslim harus membayar harga yang sangat mahal untuk sebuah harapan semu untuk mendapatkan satu tempat di surga. Doa, puasa, naik haji, sedekah, dan menumpahkan darah dalam perang suci menjadi cara pembayarannya (Sura Fatir 35:29-30; at-Taubah 9:111). Tetapi bahkan orang yang sudah memberikan semua persembahan itu juga tidak bisa tahu apakah semua yang dibuatnya itu cukup untuk membayar semua dosa-dosanya. Ia tidak memiliki emas surgawi yang sudah diberikan kepadanya secara cuma-cuma. Seorang Muslim menolak penggantian apapun untuk penghukuman, kenyataan tentang Anak Allah, dan keselamatan oleh anugerah. Inilah sebabnya mereka tetap berdosa, miskin secara rohani, dan tidak merasakan ketenangan batin.

Yesus memerintahkan kepada Yohanes untuk menuliskan kepada pelayan pengusaha di Laodikia itu bahwa ia harus membeli pakaian putih dari-Nya dan kemudian mengenakannya, agar ketelanjangannya bisa ditutupi. Selain menghasilkan emas, Laodikia juga dianggap sebagai salah satu pusat industri tekstil, khususnya menghasilkan kain berwarna hitam. Pakaian, jubah dan seragam resmi, dibuat dari kain yang mahal ini. Para pejabat dan pegawai pemerintah harus menunjukkan kebanggaan dari jabatan mereka. Sang gembala-pedagang itu mungkin juga sudah berdagang kain dan mendapatkan bagi dirinya bahan yang cukup untuk membuat beberapa pakaian. Namun, Yesus mendorongnya untuk menanggalkan kemuliaan duniawi ini dan mengenakan bagi dirinya pakaian putih dari surga. Pakaian itu menunjukkan tentang kemurnian dari Dia yang sudah memberikannya secara cuma-cuma, seperti yang dituliskan oleh seorang penulis, “Darah Yesus adalah perhiasanku, kebenaran-Nya adalah kesucianku. Aku tidak akan bisa masuk ke surga kalau tidak menerima-Nya.

Di Timur Tengah orang-orang yang dijatuhi hukuman mati seringkali ditanggalkan pakaiannya sehingga mereka menjadi telanjang dan terhina. Anak Allah juga menanggung derita itu menggantikan kita. Sejak itu para pengikut-Nya tidak lagi harus menanggung derita di dalam ketelanjangan, tetapi dinyatakan tidak bersalah dalam pakaian kehormatan. Orang-orang yang dinyatakan tidak bersalah di Asia Kecil akan keluar dari ruang pengadilan dengan mengenakan pakaian putih, sebagai tanda tidak bersalah. Yesus mendorong sang pemimpin jemaat untuk menanggalkan seragam hitam tradisionalnya dan membuangnya. Ia harus mengenakan pakaian putih sebagai tanda bahwa ia sudah dibenarkan. Ia harus mengakui bahwa pakaian, uang, dan kemuliaan manusia tidak bernilai di hadapan Allah. Pembasuhan hati kita oleh darah Yesus adalah syarat yang harus ada agar kita diterima oleh Allah.

Dengan kata-kata penggembalaan kepada pemimpin jemaat yang duniawi itu, Yesus melanjutkan dengan menasehatkan supaya ia membeli minyak pelumas mata dari Tabib surgawi itu, agar ia bisa melihat lagi dengan jelas. Ini adalah anak panah terakhir dari kasih Allah, yang dimaksud untuk menembus ke kedalaman hati pemimpin jemaat itu. Kota Laudikia juga terkenal sebagai penghasil minyak pelumas mata yang dijual ke berbagai negara. Di Timur Dekat ada banyak penyakit mata dan ratusan ribu orang menderita kebutaan karena debu, kebersihan yang tidak layak, dan perkawinan di antara saudara dekat. Gembala di Laodikia itu juga mungkin menjual minyak pelumas mata yang sangat terkenal itu dan mendapatkan banyak keuntungan. Yesus mengatakan kepadanya, “Datanglah kepada-Ku dan cobalah minyak pelumas mata dari-Ku. Kau bisa mendapatkannya secara cuma-cuma. Datanglah kepada-Ku agar kau tidak terus menerus tersandung karena kebutaanmu di sepanjang hidupmu, dan matamu dibukakan untuk bisa melihat Aku. Lalu kau akan bisa memandang dirimu sendiri dan melihat ke sekelilingmu, seperti Allah memandangnya.” Minyak pelumas mata yang ditawarkan secara cuma-cuma oleh Yesus di sini adalah Roh Kudus, karena tidak seorangpun bisa mengatakan bahwa Yesus itu Tuhan kalau bukan oleh Roh Kudus (1 Korintus 12:3). Menerima Roh Kudus menunjukkan pengurapan, yang tanpanya seorang Kristen tidak sungguh-sungguh menjadi Kristen. Yesus sendiri mengatakan, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku” (Lukas 4:18). Sang pemimpin jemaat perlu mengulangi dan mengakui perkataan Yesus ini. Dengan itu, ia bisa menggenapi jabatannya di dalam kuasa pengurapan.

Yesus menuliskan kepada orang itu, “Engkau buta. Banyak orang berpikir bisa melihat tetapi sebenarnya buta rhani.” Berbahagialah mereka yang bisa mengatakan, “Dahulu aku buta dan sekarang aku melihat, karena Yesus yang membuka mata hatiku.” Dengan itu kita mengenal Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah: Dengan perkataan ini Yesus mengubah nada suara dan gaya nasehat rohani-Nya kepada anaknya yang sedang tersesat itu. Ia tidak lagi berbicara sebagai Anak Allah yang murka atau sebagai pedagang yang cerdik, tetapi sebagai Bapa yang penuh kasih.

Yesus secara tidak langsung menegaskan kepada pemimpin jemaat itu, “Aku, Tuhan, mengasihi engkau.” Dengan itu Ia tidak sedang berbicara mengenai sekedar kasih filsafat atau kasih kedagingan, tetapi kasih yang berkorban di dalam Roh Kudus. Kasih Yesus sebagai Juruselamat sudah mendorong Dia untuk secara bertahap meningkatkan gaya metode pelatihan yang dilakukan-Nya. Ia ingin mengatakan dan melakukan segala sesuatu agar bisa membawa utusan-Nya itu untuk merenung dan kemudian bertobat.

Setelah Yesus meyakinkan dia mengenai kasih kebaikan-Nya, Ia melanjutkan dengan memberikan teguran yang tulus. Sahabat yang bisa diandalkan hanyalah sahabat yang bisa membuka kelemahan dan dosa sesaanya dan pada saat yang sama masih menemukan kata-kata penghiburan yang penuh kasih. Kita harus menyebut ketidakdilan sebagai ketidakadilan dan mengakuinya. Teguran Yesus kepada pemimpin jemaat di Laodikia adalah tegas dan sekaligus bersahabat. Ia ingin menuntun pemimpin jemaat itu kepada ketaatan rohani. Sikap keras kepala pemimpin jemaat itu perlu dikalahkan. Ketaatan yang setia adalah satu-satunya jalan kepada kehidupan.

Kalau orang dari Laodikia itu tidak mau mendengarkan, ia akan merasakan penghukuman Ilahi. Yesus kemudian harus meremukkan semua proyek, keamanan dan harapan pribadinya yang dianggapnya sangat indah. Kalau tidak demikian, maka Yesus harus memilih dari dua kemungkinan: mendisiplinkan dia atau memuntahkannya. Dimana kata-kata tidak lagi berguna, teguran harus dilakukan. Banyak kaum humanis dan pendidik modern tidak suka kepada pemikiran bahwa orang tua atau pengasuh yang sah bisa memukul anaknya. Tetapi Yesus, dalam murka-Nya yang menyala, memilih untuk menghukum dibandingkan membiarkan utusan-Nya yang besalah itu binasa selamanya. Itulah perlakuan yang dipilih oleh Tuhan kita yang kudus. Karena kasih-Nya kepada pemimpin jemaat di Laodikia itu, Ia mengenakan disiplin kepdanya, apabila ia tetap tidak mau bertobat.

Banyak orang tua yang tidak lagi memiliki kewenangan yang penuh kasih, sehingga mereka hanya bisa menasehati anak-anaknya dengan kata-kata yang suam-suam saja. Mereka tidak memiliki kewenangan rohani yang diperlukan untuk menghukum anak-anak mereka dengan bijaksana dan sepantasnya. Anak-anak seringkali mengharapkan hukuman yang adil kalau mereka tahu bahwa mereka pantas mendapatkannya.

Yesus mendorong gembala di Laodikia itu untuk “Bertobat, berubah pikiran, mengubah arah pemikiranmu. Biarkan Aku mengajarmu dan jangan biarkan keinginan untuk dihormati dan untuk berkuasa itu mengendalikan kehidupanmu.” Pertobatan yang sejati terjadi melalui Yesus Kristus dan kuasa Roh Kudus. Kita jangan hanya menyesali dosa-dosa kita secara emosi saja, tetapi menyatakan perang suci melawan kecenderungan kejahatan di dalam diri kita. Pada awal dari thesis Reformasinya Luther menuliskan bahwa, “Kehidupan orang Kristen haruslah kehidupan yang diwarnai oleh pertobatan yang terus menerus.

Yesus menghendaki agar semangat bisnis sang gembala dari Laodikia ini akan bisa berubah menjadi semangat rohani. Supaya keinginan tawar menawar dan perhitungan keuangan tidak menguasai dirinya, tetapi agar Ia justru mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya (Matius 6:33). Ia tidak boleh terus suam-suam kuku, tidak acuh, bosan atau tidak perduli ketika melakukan pelayanan rohaninya sebagai sambilan saja; namun, dengan api Roh Kudus yang menyala dan kepenuhan kuasa-Nya, ia harus melakukan segala sesuatu agar anggota jemaatnya diselamatkan dan dikuduskan. Kompromi yang membusukkan harus dibuang dari hidupnya. Yesus berdiri di hadapan-Nya sebagai Juruselamat yang menghakimi dan Penebus yang setia.

DOA: Yang Kudus dan penuh Kesabaran, dengan rendah hati dan sujud syukur kami berterima kasih kepada-Mu karena di dalam kesabaran-Mu yang berlimpah Engkau menilai pelayan yang kaya dan congkak itu, tetapi yang miskin dan buta secara rohani, dan Engkau memerintahkan agar dia bertobat dan kembali kepada-Mu meski Engkau muak melihat dia yang suam-suam. Tunjukkanlah belas kasihan-Mu kepada kami, sehinga kami bisa melihat bahwa tidak ada kebenaran apapun di dalam dunia ini selain di dalam Engkau.

PERTANYAAN:

  1. Cara apakah yang dipakai Yesus untuk memenangkan pelayan-Nya yang kaya secara duniawi, tetapi miskin secara rohani itu?

www.Waters-of-Life.net

Page last modified on August 14, 2013, at 10:57 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)