Waters of Life

Biblical Studies in Multiple Languages

Search in "Indonesian":
Home -- Indonesian -- Revelation -- 040 (Worshiping the One That Sits on the Throne)
This page in: -- Arabic -- Armenian -- Bulgarian -- English -- French? -- German -- INDONESIAN -- Polish? -- Portuguese -- Russian -- Yiddish

Previous Lesson -- Next Lesson

WAHYU - Lihatlah, Aku datang segera
Pelajaran dari Kitab Wahyu
BUKU 2 - PENOBATAN YESUS KRISTUS (WAHYU 4:1 - 6:17)
BAGIAN 2.1 ALLAH, KUDUS DAN MAHAKUASA DI SURGA (WAHYU 4:1-11)

3. Menyembah Dia yang Duduk di Tahta (Wahyu 4:8-11)


Keduapuluh Empat Tua-Tua Tersungkur di Hadapan Tahta Allah

WAHYU 4:9-10
9 Dan setiap kali makhluk-makhluk itu mempersembahkan puji-pujian, dan hormat dan ucapan syukur kepada Dia, yang duduk di atas takhta itu dan yang hidup sampai selama-lamanya, 10 maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata,

Keempat penjaga tahta itu adalah para pemimpin doa bagi para makhluk lainnya yang ada di surga. Yohanes menafsirkan penyembahan mereka dengan mengatakan bahwa mereka mempersembahkan puji-pujian, hormat dan syukur kepada Allah.

Puji-pujian berkenaan dengan kemuliaan Tuhan yang mengandung kepenuhan dari keseluruhan karakteristik, nama dan kharisma Ilahi-Nya. Bagi mereka yang jauh kemuliaan Allah Yang Mahakuasa ditutupi oleh kekudusan-Nya. Akan tetapi akan tetap terpancar cahaya aslinya, penuh dengan kemegahan, keagungan, keindahan dan kedahsyatan yang tak terkatakan. Kemuliaan diselimuti oleh kekudusan-Nya. Sementara kerubim menaikkan puji-pujian akan kekudusan Allah, mereka sedang memuji kemuliaan-Nya.

Segala hormat adalah milik Allah saja, karena Ia yang menciptakan dan memelihara segala sesuatu. Tidak ada satupun makhluk yang hidup selamanya dan tidak satupun makhluk yang bisa menciptakan sesuatu dari ketidak-adaan. Tidak ada makhluk yang memiliki kesabaran, hikmat dan kuasa yang cukup untuk menanggung dosa-dosa dan pemberontakan manusia dan tetap bisa adil di dalam melakukan penghakiman. Kasih Allah tidak terbatas dan harus senantiasa dipuji tiada henti.

Allah kita layak menerima ucapan syukur kita karena Ia tidak pernah berubah. Dahulu dan sekarang Ia tetap setia dan tetap baik. Mazmur 103 adalah pengingat untuk tetap mengucapkan syukur tiada henti. Ucapan syukur kita dengan perkataan dan perbuatan adalah tanda dari kasih kita. Barangsiapa mengucapkan syukur kepada Allah akan hidup di dalam kenyamanan dan sukacita yang mendalam. Tetapi barangsiapa tidak mengucapkan syukur kepada Allah, akan menjadi mandeg karena kekosongan jiwanya dan tidak akan bisa menemukan tujuan dari hidup dan matinya.

Yohanes menekankan sampai dua kali mengenai pujian dari keempat penjaga tahta itu bahwa Dia yang duduk di atas tahta hidup sampai selama-lamanya. Tuhan kita hidup! Ia bukan zat yang mati, dan bukan hanya sebuah kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya, Ia memiliki hidup. Ia adalah sumber dari segala yang hidup. Kehidupan-Nya senantiasa menciptakan kehidupan yang baru. Ia adalah kehidupan kita.

Kuasa hidup-Nya tidak pernah berkurang. Masa hidup-Nya tidak diukur denga waktu dan tanpa ada akhir. Kalau ukuran waktu yang terpanjang dijelaskan dalam ukuran aeon, maka Ia hidup melampaui aeon demi aeon. Ia sudah ada bahkan sebelum waktu dimulai. Allah itu kekal. Ia adalah yang awal dan yang akhir. Tidak ada sesuatupun yang kekal selain Allah.

Setiap kali Yohanes melihat keempat makhluk itu memuji Allah yang hidup dan kekal, kedua puluh empat tua-tua bergabung dalam pujian itu dengan segenap hati mereka. Mereka menunjukkan pujian mereka dengan gerakan tubuh mereka. Mereka tidak tetap duduk ketika menaikkan doa tetapi mereka bersujud. Mereka tersungkur dan menyembah Dia yang hidup dari kekal sampai kekal. Mereka menekankan penyembahan mereka dengan melemparkan mahkota emas mereka ke depan kaki Dia yang duduk di atas tahta dan dengan itu mengakui bahwa segala keberhasilan, kesetiaan, iman, kasih, pengharapan, kemartiran dan penyerahan diri mereka bukanlah berasal dari diri mereka sendiri, tetapi semata-mata kasih karunia dari Yang Mahatinggi. Mereka mengosongkan diri dari segala kehormatan mereka sendiri dn tidak memperhitungkan semua hak mereka sebagai sesuatu yang harus dikejar. Mereka tidak menuntut apapundari kemuliaan, kemampuan dan buah-buah pribadi mereka sendiri dan bahkan menyerahkan semua itu kepada Tritunggal yang Kudus.

Di dalam penyembahan dan penyangkalan diri yang penuh inilah standar pengudusan dari kedua puluh empat tua-tua itu diwujudkan. Mereka mengasihi Allah dengan segenap hati mereka.

Yesus mengatakan, “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain?” (Yohanes 5:44). Ini adalah salah satu kunci untuk memahami Tritunggal yang Kudus. Yesus lemah lembut dan rendah hati (Matius 11:29). Ia senantiasa mempermuliakan Bapa-Nya sebagaimana Roh Kudus senantiasa mempermuliakan sang Anak (Yohanes 16:14). Tidak satupun dari Tritunggal yang Kudus yang meninggikan diri sendiri tetapi senantiasa meninggikan Pribadi lainnya. Karena itu, Bapa bisa menyerahkan segala kuasa di langit dan di bumi kepada sang Anak. Demikian juga sang Anak menyerahkan kuasa untuk membangun jemaat-Nya kepada Roh Kudus. Allah kita adalah Allah yang rendah hati! Penyembahan dari kedua puluh empat tua-tua di hadapan tahta-Nya adalah gaung dan cermin dari gambaran kerendahan hati Allah sendiri. Yesus menekankan bahwa kita harus belajar dari Diayang leah lembut dan rendah hati dan kita akan menemukan kelegaan di dalam jiwa kita (Matius11:29). Kerendahan hati dan penyembahan saling berdampingan.

Islam, juga, didirikan di atas dasar penyembahan. Islam berarti penyembahan, menyerah dan tunduk. Namun dasar dari penyembahan orang-orang Muslim bukanlah pertama-tama karena kasih kepada Allah tetapi terlebih dahulu karena ketakuta terhadap Allah, komitmen mereka untuk taat kepada hukum dan upaya mereka untuk mendapatkan catatan perbuatan baik di surga. Allah tetap saja jauh tak terhingga bagi orang-orang Muslim. Kebesarannya jauh melebihi semua pemahaman dan ia sendiri menyebut dirinya sebagai “Yang Takabur” (Sura al-Hashr 59:23). Orang-orang Muslim menyembah dia dalam sikap seperti parabudak, dan bukan seperti anak-anak yang merdeka. Mereka tidak mengenal Allah dan tidak memiliki jalan masuk ke tahtanya (Sura al-Jinn 72:8). Allah memimpin semua yang dikehendakinya dan menyesatkan siapapun yang diinginkannya (Surat al-An'am 6:39; al-Ra'd 13:27; Ibrahim 14:4; al-Nahl 16:93; Fatir 35:8; al-Muddaththir 74,31). Ia bukan Allah yang menjadi Bapa, tetapi penguasa lalim yang harus disembah dengan penuh ketakutan dan bukan kerena kebaikannya. Islam didominasi oleh roh yang berbeda dengan roh yang ada di hadapan tahta Allah dan roh itu adalah roh kecemasan dan keputus-asaan tanpa ada kemungkinan mendapatkan damai sejahtera di dalam kelegaan yang kudus dan keberkatan.

DOA: Engkau, yang duduk di tahta, layak menerima segala kemuliaan dan ucapan syukur, sebagaimana yang dilakukan oleh para tua-tua di surga yang tersungkur dan melemparkan mahkota mereka di hadapan-Mu. Kami tidak layak memuliakan Engkau karena kami adalah orang-orang berdosa, tetapi darah Yesus Kristus menyucikan kami dan Roh Kudus-Mu menguduskan kami. Karena itu, kami menaikkan pujian kepada-Mu dan menyerahkan diri kami sepenuhnya dalah ucapan syukur akan kasih-Mu dan keselamatan kekal yang dari-Mu.

PERTANYAAN:

  1. Apa makna dari tersungkurnya kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Allah?

www.Waters-of-Life.net

Page last modified on August 14, 2013, at 11:21 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)