Waters of Life

Biblical Studies in Multiple Languages

Search in "Indonesian":

Home -- Indonesian -- Ephesians -- 002 (Letterhead)

This page in: -- Arabic -- English -- German -- INDONESIAN -- Turkish

Previous Lesson -- Next Lesson

EFESUS - Hendaklah Kamu Penuh dengan Roh
Meditasi, Renungan, Doa dan Pertanyaan Seputar Surat-surat kepada Gereja di Efesus

Kepala Surat Sesuai Tradisi Masa Itu (Efesus 1:1-2)


Efesus 1:1-2
1 Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah, kepada orang-orang kudus di Efesus, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus. 2 Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu.

Penulis Surat

Paulus tidak memulai suratnya kepada jemaat di Efesus dan di Propinsi Asia itu dengan memakai namanya yang sebenarnya. Orangtuanya memberi nama Saul kepadanya, seperti nama seorang pemimpin di masa dahulu, yang kemudian menjadi raja pertama di Israel dan yang perawakannya lebih tampan dan sekepala lebih tinggi dibandingkan dengan semua laki-laki di sukunya (1 Samuel 9:2).

Ketika Kristus yang hidup, di dalam cahaya kemuliaan-Nya, menampakkan diri kepada Saulus di dalam perjalanan ke Damsyik, sang penganiaya jemaat yang sangat fanatik itu jatuh karena ketakutan dan dengan terbata-bata bertanya, “Tuhan, siapakah Engkau?” Namun, Dia yang bangkit itu tidak membunuh seteru-Nya, dan bahkan menyatakan nama-Nya yang kudus, “Yesus”! Orang yang sedang terbaring di tanah dengan ketakutan itu langsung memahami: Dia yang disalibkan itu, yang dihukum mati oleh mahkamah agama itu, hidu! Tubuh-Nya tidak membusuh. Ia bangkit dan hidup di dalam kemuliaan-Nya. Namun, aku, sangat jauh terhilang. Aku sepenuhnya salah di dalam sikap kefanatikan keagamaanku ini, sebagaimana juga begitu banyak orang Yahudi yang bersama-sama aku menganiaya orang-orang yang percaya kepada Yesus dari Nazaret itu!

Pandangan Saulus tentang kehidupan, dan semua kerinduannya untuk menjadi benar dengan mentaati hukum Taurat, seketika itu runtuh. Di dalam Yesus yang sudah bangkit dan penuh kemuliaan itu, ia menemukan ukuran yang baru dan pasti bagi kehidupannya. Beberapa tahun kemudian Saulus memperkenalkan dirinya kepada orang-orang Yunani sebagai “Paulus”, yang berarti, “dia yang paling kecil, paling rendah dan paling hina.” Ia tidak lagi ingin nampak sebagai seorang yang hebat, terhormat, atau penting, tetapi sebagai seseorang yang sudah diremukkan secara rohani. Ia menulis kepada Timotius bahwa dia, Paulus, dulu adalah seorang penganiaya dan seorang yang paling berdosa. Pada saat yang sama, ia mengakui bahwa Yesus yang sudah bangkit itu sudah memberikan kasih karunia kepadanya, karena dulu ia melakukan semuanya itu dalam ketidaktahuan dan ketidakpercayaannya (1 Tim. 1:12-17).

Seorang rasul Yesus Kristus

Dengan penuh kekaguman Paulus memahami bahwa Tuhan sudah mengampuninya tanpa dia harus melakukan apapun. Orang yang rendah hati itu bertobat, berpuasa selama tiga hari dan kemudian memberikan dirinya dibaptis dengan air. Ia menerima pengampunan dari segala dosanya dan menerima kuasa Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:38-39; 9:17-18). Paulus bersaksi di hadapan Raja Herodes Agripa di Kaisarea tentang pengutusannya yang sangat unik sebagai rasul kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, “... Akulah Yesus, yang kauaniaya itu. Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti. Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan” (Kisah Para Rasul 26:15-18).

Dengan pengakuan ini Paulus juga menjelaskan makna dari kata Yunani yang diterjemahkan sebagai “rasul,” yang berarti utusan atau duta. Ia tidak memilih dirinya sendiri untuk jabatan ini dan juga tidak dipilih oleh para rasul yang lain maupun melalui ketetapan Mahkaman Agama untuk menjadi utusan mereka. Akan tetapi, Tuhan yang Mahatinggi menyatakan diri kepadanya dan memberikan tugas itu kepadanya. Paulus secara langsung bertanggungjawab kepada Yesus yang hidup, dan kepada-Nya saja ia tunduk dan mendapatkan perlindungan. Sang missionaris itu diutus kepada bangsa-bangsa tanpa jabatan politis apapun dari penguasa duniawi yang manapun, namun, ia mendapat kepercayaan atas kehidupan rohani seluruh dunia, yang dilakukan sesuai dengan kewenangan, kasih dan hikmat yang diberikan kepadanya. Dan ia harus memusatkan perhatiannya kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, sehingga mereka juga bisa memahami keberdosaan dan kesesatan mereka. Mereka perlu mendapat kesempatan untuk berbalik dengan sukarela dari kegelapan Iblis dan kemudian masuk kepada terang yang memerdekakan dari Allah, sehingga mereka bisa menerima pengampunan dosa dan mendapatkan pembaharuan rohani.

Siapakah Kristus?

Paulus menjelaskan dirinya di dalam surat kepada jemaat Efesus sebagai rasul Kristus. Dengan jabatan ini ia memberikan kesaksian kepada orang-orang Yahudi di kota propinsi itu bahwa Yesus dari Nazaret itu adalah Mesias yang mereka nantikan. Dua kata itu, dalam bahasa Ibrani “Mesias” dan juga dalam bahasa Yunani “Kristus” memiliki arti yang sama—yaitu, “Dia yang Diurapi.” Yesus sendiri, di dalam Sinagog di Nazaret, sudah menyatakan diri-Nya sebagai penggenapan dari janji yang sangat penting di dalam Perjanjian Lama (Yesaya 51:1-2) mengenai Mesias yang akan datang itu, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (Lukas 4:18-21).

Dengan janji dari Perjanjian Lama ini, Tuhan Yesus secara tidak langsung memberikan kesaksian tentang kesatuan dari Tritunggal yang Kudus, dimana Yahweh (TUHAN), Roh-Nya, dan Mesias yang akan datang itu tetap ada dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Yohanes 10:30). Meskipun Yesua diperanakkan melalui Roh Kudus di dalam diri anak dara Maria, Ia menerima peneguhan jabatan-Nya melalui pengurapan dari Roh Kudus setelah pembaptisan-Nya bagi kita oleh Yohanes Pembaptis di Sungai Yordan (Matius 3:13-17). Dari sejak dahulu dan sampai sekarang kehendak yang terutama dari sang Mesias adalah memberitakan Injil kepada orang-orang yang miskin dan terhina. Kebanyakan dari orang-orang yang kaya dan terkemuka, yang kuat dan cakap, dan juga sebagian besar dari orang yang mengaku dirinya saleh, merasa bahwa mereka tidak membutuhkan Mesias. Namun, Anak Manusia sudah datang untuk mencari dan menyelamatkan yang terhilang (Matius 18:11; Lukas 19:10).

Petrus adalah murid yang pertama dari kedua belas murid Yesus yang memahami keberadaan Kristus ini, ketika ia mengatakan, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” Yesus menjawab dengan mengatakan kepadanya, “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (Matius 16:16,17).

Penegasan dari Kristus ini menunjukkan keberadaan Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan itu bukan sekedar hasil dari pemahaman intelektual manusia saja. Akan tetapi, hal itu merupakan wahyu yang langsung dari Allah. Tuhan Yesus kemudian menegaskan bahwa Ia akan mendirikan gereja-Nya di atas dasar pengakuan Petrus, dan bukan atas dasar ide politik, sosial, ataupun filsafat serta rancangan dari manusia di dunia ini (Yohanes 18:36).

Ketika Yesus berdiri di hadapan Mahkamah Agama, sang imam besar mengatakan kepada-Nya, “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak." Jawab Yesus: "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit." Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: "Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Bagaimana pendapat kamu?" Mereka menjawab dan berkata: "Ia harus dihukum mati!" Lalu mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-orang lain memukul Dia” (Matius 26:63-67).

Yesus tidak pernah mengunjungi atau menginjili satupun anggota keluarga para iman. Hanya saru dari antara 71 anggota mahkamah agama (Sanhedrin) yang datang kepadanya, dan itu dilakukannya pada malam hari (Yohanes 3:1-2). Ketika Yesus berdiri di hadapan para hakim itu, yang menuduh-Nya menghasut bangsa itu, Ia tetap saja berdiam diri di hadapan Imam Besar yang berkuasa saat itu, Kayafas, sampai kemudian Imam Besar itu meminta Dia untuk bersumpah atas nama Elohim, agar Dia menyatakan apakah Dirinya memang sang Mesias dan Anak Allah yang Hidup. Yesus sudah menantikan kesempatan yang sangat unik ini dan kemudian dengan tidak langsung Ia menegaskan kebenaran dari perkataan Imam Kepala itu, “Engkau sendiri telah mengatakannya. Aku mengakui bahwa Akulah “Anak Manusia”, yang menurut Daniel 7:13-14 sudah menerika segala kuasa, kemuliaan dan kerajaan, dan bahwa semua bangsa, negara dan bahasa akan melayani Dia. Engkau akan membunuh tubuh jasmani-Ku, tetapi dari neraka engkau akan melihat Aku duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa, sebagaimana yang dinubuatkan oleh Daud tentang Aku, "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu” (Mazmur 110:1). Engkau tidak mengijinkan Aku, sebagai yang tertuduh di sini, untuk berbicara tentang Allah. Tetapi Aku akan menyatakan kepada-Mu siapakah Dia: Dia adalah Yang Berkuasa, Yang Mahakuasa, dan Yang Memiliki Segala aKuasa, yang menciptakan dan memelihara segala sesuatu. Tanpa Dia tidak akan ada kuasa apapun. Ia akan memuliakan Aku dan memberikan kepada-Ku tempat duduk di sebelah kanan-Nya, karena Ia yang sudah memperdamaikan dunia yang cemar itu dengan diri-Nya melalui pengorbanan bagi pendamaian yang Aku lakukan. Segala kuasa du surga dan di bumi telah diserahkan kepada-Ku (Matius 11:27; 28:18), dan Aku akan datang di awan-awan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati, sebagaimana yang dinubuatkan Daniel kepadamu.

Perwakilan dari bangsa itu dan juga para hakim anggota Sanhedrin langsung memahami perkataan Yesus ini. Mereka memahami bahwa Dia yang berdiri dalam keadaan terbelenggu di hadapan mereka ini sedang menyatakan diri sebagai hakim atas mereka. Secara tidak langsung Dia sedang meminta mereka untuk bersujud di hadapan-Nya, menyembah-Nya dan meminta belas kasihan dari-Nya. Karena itu, dengan suara mayoritas merkeka sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap-Nya, meludahi dan menampar-Nya. Namun, Yesus yang adalah Imam Besar sejati, berdoa untuk mereka bahkan saat Ia sedang tergantung di atas kayu salib, “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan!” (Lukas 23:34).

Paulus sudah melihat Kristus yang bangkit itu di jalan menuju Damsyik ketika Ia menyatakan diri dalam kebesaran kemuliaan-Nya. Dalam ketiga-belas surat-Nya Ia bersaksi lebih dari empat puluh kali tentang kedatangan Kristus yang sudah dekat (Roma 13:11-12; Filipi 4:5 dst). Kristus adalah Tuhan dan Hakim kita. Ia sudah menyatakan keputusan-Nya dan apa yang akan dikatakan-Nya kepada mereka yang ada di sebelah kanan-Nya, “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Matius 25:34). Tetapi kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya, Ia mengatakan, “Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya” (Matius 25:41).

Paulus adalah utusan dan duta Kristus untuk semua bangsa bukan Yahudi. Di dalam pelayanannya sebagai penginjil, ia menyatakan dengan tepat kehendak dari Tuhan yang bangkit itu, dan juga berita anugerah serta damai sejahtera-Nya. Sebagai hasilnya, banyak orang yang menerima keselamatan. Pelayanan pendamaian sang rasul Allah kepada bangsa-bangsa ini tetap tidak pernah berhenti dan berlanjut sampai saat ini dengan kuasa yang besar! (2 Korintus 5:20).

Di dalam 27 surat yang ada di Perjanjian Baru, kita menemukan kata “Kristus” sebanyak 569 kali yang menunjuk kepada gelar Yesus. Berbahagialan orang yang membaca perkataan-perkataan itu, merenungkannya dan kemudian menjadikannya sebagai doa yang didasari oleh iman.

Apakah kita sungguh-sungguh mengenal Yesus?

Nama ini, yang mengatasi semua nama di atas bumi ini, diberikah melalui malaikat Gabriel kepada Yusuf, ayah angkat dari Bayi yang akan lahir itu, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (Matius 1:20-21). Secara harafiah, nama Yesus berarti, “Yahweh menolong dan menyelamatkan.” Dari akar kata ini kita menemukan banyak kata kerja dan kata benda yang sama di dalam Perjanjian Lama.

Sebagai Anak Domba Allah, Yesus menanggung segala dosa manusia yang hidup dari segala jaman. Ia menjadi pengganti memikul hukuman bagi manusia. Dengan itu, Ia juga menjadi pendamaian bagi semua dosa umat-Nya. Ia tidak perlu mati sekali lagi bagi orang-orang Yahudi untuk menghapuskan pelanggaran mereka. Ia sudah menggenapkan keselamatan bagi umat-Nya. Namun sebagian besar umat-Nya menutup diri terhadap keselamatan dari-Nya dan dengan sengaja atau karena ketidakpedulian mereka menolak pengampunan-Nya. Yesus memerdekakan umat-Nya dari segala dosa mereka dan dengan itu menggenapkan makna nama-Nya yang unik.

Paulus menuliskan tentang mereka yang tergolong sebagai umat Yesus, “Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah” (Roma 2:28-29). Apakah itu berarti bahwa hanya orang-orang berlatar belakang Yahudi saja yang diselamatkan? Petrus, yang menjadi jurubicara dari kedua belas murid Yesus, memberikan kesaksian kepada jemaatnya tentang kuasa dan kedaulatan yang menjadi dasar bagi umat Allah di jaman sekarang ini, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1 Pet. 2:9-10). Rasul Paulus juga secara pribadi dipanggil oleh Yesus untuk menjadi utusan-Nya, untuk memberitakan dan membuat kebenaran yang luar biasa itu menjadi kenyataan.

Dalam sebuah pertanyaan mengenai perkataan Yesus yang paling disukai, ayat ini sering disebutkan sebagai ayat yang paling menolong, baik oleh orang tua maupun mereka yang masih muda, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Matius 11:28-30). Begitu banyak orang yang mengalami penderitaan dalam menghadapi cobaan, beban dan dosa, baik secara lahiriah maupun di dalam batinnya. Bagi orang-orang itu, Yesus memberikan jalan keluar: kuk-Nya! Bersama-sama dengan Bapa surgawi-Nya, Ia memikul kuk yang sama. Yesus menanggalkan kehendak-Nya sendiri dan berjalan dalam langkah yang sepenuhnya selaras dengan Bapa-Nya. Bersama-sama, Allah Bapa dan Anak menebus dan menyelamatkan dunia bahkan sampai hari ini. Semua orang yang ingin mendapatkan damai sejahtera sejati di dalam hatinya harus menerima dan mempraktekkan kelemah-lembutan serta kerendahan hati Yesus. Seorang penatua pernah mengatakan bahwa ketika mau menyelesaikan masalah, maka “Pintu yang paling bawah selalu terbuka.” Barangsiapa siap melayani bersama dengan Yesus di bawah kuk-Nya, ia perlu siap untuk menyesuaikan diri dengan tempo, kecepatan dan petunjuk dari Yesus. Kalau tidak, maka ia bisa mengalami patah tulang lehernya. Yesus sendiri siap untuk memikul bukan hanya keseluruhan kuk itu, tetapi juga mengangkat orang yang siap memikul kuk itu bersamanya, seperti kalau ada seekor gajah sedang memikul kuk bersama-sama dengan seekor semut,

Paulus sepenuhnya menanggalkan jalannya sendiri, beserta dengan semua metode dan kecenderungan idealistis pribadinya, ketika ia menerima kuk dari Yesus. Karena itu ia bisa hidup dengan lemah lembut dan rendah hati bahkan ketika ia sedang menjalani masa tahanan rumah yang panjang dan menantikan pengadilan baginya. Dengan kesetiaannya untuk sabar itu, ia menjadi duta Yesus bagi segala bangsa di dunia ini. Dengan jelas Paulus memahami jalan Kristus, dan hal itu bisa kita lihat di dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa.” (Filipi 2:5-11).

Kami pernah ditanya oleh beberapa orang penganut agama lain di dalam sebuah seminar di Chad tentang apakah orang-orang Kristen lebih baik dibandingkan dengan para penganut agama lain. Di bawah tuntunan Yesus, kami memberikan jawaban kepada mereka bahwa semua budaya dan orangtua berusaha keras untuk membesarkan anak mereka sedemikian rupa sehingga mereka akan mencapai apa yang baik di dalam kehidupan. Tetapi apa yang terjadi ketika kemudian musuh datang dan bermaksud untuk mencelakai mereka? Ada kitab suci yang mengajarkan, “Bunuhlah mereka dimanapun kamu menjumpai mereka.” Tetapi Yesus mengatakan, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga.” (Matius 5:44-45). Allah kita adalah Allah yang rendah hati. Kelemah-lembutan dan kerendahan hati-Nya menjadi terang yang tak berkesudahan dari kasih-Nya yang besar dan tiada berakhir.

Barangsiapa mengikut Yesus akan diubahkan untuk menjadi serupa dengan Dia. Nama “Yesus” ditemukan 975 kali di dalam Perjanjian Baru. Professor Adolf Schlatter, yang menghafal seluruh isi Perjanjian Baru di dalam bahasa Yunani, menjelang masa akhir hayatnya menuliskan sebuah buku berjudul “Apakah kita mengenal Yesus?(Kennen wir Jesus). Ia ingin menjelaskan kepada orang-orang Kristen di negaranya bahwa seharusnya mereka tidak hanya mengaku mengenal Yesus, akan tetapi, mereka harus bertumbuh dalam karakter, firman dan perbuatan-Nya. Kita bisa mengatakan bahwa kita sungguh-sungguh mengenal Yesus kalau kita melakukan apa yang difirmankan-Nya.

Sekelompok pelajar di sebuah sekolah diberi tugas dalam pelajaran agama untuk membuat sebuah tulisan singkat tentang topik “Siapakah Yesus?” Mereka berjuang keras dan menuliskan apapun yang mereka ingat dari Injil. Namun, seorang murid perempuan hanya menuliskan sebuah kalimat singkat dan kemudian meletakkan alat tulisnya. Sang guru sangat terkejut dan kemudian bertanya kepadanya apakah ada hal lain yang dipahaminya tentang Anak Maria itu. Murid perempuan itu menjawab, “Apa yang aku tuliskan sudah cukup bagiku!" Apa yang dituliskannya dalam lembar jawabannya? “Yesus adalah Juruselamatku!” (Matius 11:25-26).

Oleh kehendak Allah

Di antara jemaat di Efesus dan sekitarnya, yang mengejutkan adalah banyak di antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen berlatar belakang Yahudi yang memiliki pandangan liberal dan kritis. Sejak penaklukkan Yerusalem oleh Pompeius pada tahun 63 SM, mereka sudah memanfaatkan kesempatan ekonomis dan geografis yang tersedia melalui Kekaisaran Romawi. Mereka tidak puas hanya mendengar pengakuan Paulus, bahwa ia adalah seorang duta dari Yesus sang Mesias. Namun, mereka justru menuntut darinya penegasan bahwa Tuhan sang Penguasa Perjanjian yang lama itu Sendiri adalah Tuhan yang sudah mengutus Paulus. Kalau ia tidak bisa membuktikan hal itu, maka ia dianggap tidak layak dan tidak memiliki otoritas dalam pelayanan Ilahi itu.

Paulus menjawab pertanyaan itu dengan menunjuk kepada kehendak Allah Bapa, yang juga adalah kehendak Yesus sang Mesias, yang juga merupakan kerinduannya. Kristus pernah memberikan kesaksian kepada para murid-Nya di Samaria, “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yohanes 4:34). Di dalam perkataan-Nya kepada Filipus sebelum kematian-Nya, Ia mengatakan, “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya” (Yohanes 14:10).

Selalu ada kesatuan yang sempurna di antara kehendak Allah Bapa dan Kristus, dan juga ada keselarasan yang sempurna di dalam tujuan, perintah, dan mujizat-mujizat yang terjadi. Hal itu sangat nyata di dalam doa yang dinaikkan oleh Yesus di Taman Getsemani, dimana Ia sepenuhnya menundukkan diri kepada kehendak Bapa-Nya (Matius 26:39-44). Dengan demikian kalau kehendak Kristud dan kehendak Allah Bapa itu sempurna dalam keselarasannya, maka pengutusan Paulus melalui sang Mesias juga merupakan pengutusan dari Allah yang hidup.

Dalam menunjuk kepada kehendak Allah di dalam bagian awal suratnya, Paulus menjelaskan bahwa perkataan dan perbuatannya tidaklah berasal dari kehendak kemanusiannya sendiri, dan bahwa ia tidak hanya berusaha untuk mengangkat kehendak dan harapan pribadinya saja. Namun, ia sedang tunduk dan setia kepada sang Pencipta alam semesta dan kepada Perjanjian dari Allah Yahweh. Bahkan keadaannya sebagai seorang tahanan rumah juga hanya sekedar perwujudan dari kehendak Allah atas dirinya sebagai hamba sang Mesias. Rancangan Ilahi-Nya memang seringkali berbeda dengan rancangan manusiawi kita. Berbahagialah orang yang menyerahkan dirinya tanpa syarat kepada pimpinan Allah dan Sang Mesias.

Doa: Bapa surgawi, kami bersyukur kepada-Mu dengan segenap hati kami karena Anak-Mu Yesus Kristus menghentikan tokoh fanatik yang bernama Saulus itu dalam perjalanan ke Damsyik, mengampuni dia, dan kemudian mengutusnya sebagai Paulus kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Kami memohon kepada-Mu, agar di jaman ini juga Engkau memanggil banyak hamba dan mengutus mereka kepada orang-orang yang tak berpengharapan—kemanapun Engkau kehendaki! Amin.

Pertanyaan:

  1. Mengapakah Saulus menyebut dirinya “Paulus” dalam pelayanan missinya bagi Yesus Kristus?
  2. Apa arti kata “rasul"?
  3. Apa arti gelar “Mesias” di dalam Perjanjian Baru?
  4. Bagaimana anda menjelaskan tentang “Yesus” kepada teman-teman anda?
  5. Apakah kehendak Allah di dalam kehidupan anda?

www.Waters-of-Life.net

Page last modified on February 18, 2018, at 06:47 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)